Weekly Perspective 06 Mei 2019
|
|
Korea Utara meluncurkan proyektil akhir pekan lalu, pertama kali sejak Kim-Trump Summit ‘gagal’ |
Global Macro Economy Menteri Pertahanan Korea Selatan mengkonfirmasi adanya aktivitas peluncuran proyektil oleh Korea Utara di area pesisir timur negara tersebut pada Sabtu pagi dan tergolong jarak pendek karena tidak sampai melewati batas perairan negara Jepang. Peluncuran rudal ini merupakan yang pertama sejak Kim-Trump Summit di Hanoi waktu lalu menemui jalan buntu, dimana Kim dinilai tidak fair saat meminta keringanan sanksi ekonomi atas denuklirisasi di daerah-daerah yang AS anggap tidak signifikan. Peluncuran proyektil ini akan menambah ketegangan hubungan geopolitik dua negara tersebut. Sumber: Bloomberg, CPAM |
Federal Reserve menahan tingkat suku bunga, tingkat pengangguran di AS terendah sejak 49 tahun |
Fed menahan tingkat suku bunga acuan AS di level 2,25-2,50% pada pertemuan FOMC minggu lalu – mengabaikan ‘himbauan’ Presiden Trump untuk menurunkan rate. Setelah data ekonomi 1Q2019 tumbuh di atas ekspektasi +3,2% YoY, inflasi yang rendah masih menjadi perhatian Trump. Di sisi lain, Powell menilai bahwa Fed belum melihat adanya argumen yang kuat bagi Bank Sentral AS untuk bergerak baik itu menaikkan ataupun menurunkan rate. Rilis data ketenagakerjaan minggu lalu memperlihatkan kesehatan ekonomi AS: (1) Tingkat pengangguran AS sebesar 3,6% - terendah sejak tahun 1969; (2) Non-farm payroll bertambah 263.000; dan (3) Upah tumbuh +0,2% MoM |
Dolar AS perkasa dorong aset Rupiah untuk melemah minggu lalu |
Domestic Macro Economy Pasar modal Indonesia, baik pasar saham maupun obligasi, mencatatkan pelemahan mingguan. IHSG dan BINDO Indeks terkoreksi masing-masing -1,28% dan -0,52% week-on-week seiring dengan apresiasi mata uang Dolar AS setelah data preliminari pertumbuhan ekonomi negara adidaya tersebut tercatat di atas ekspektasi. Net foreign outflow pun tidak dapat dihindari. Perlu diketahui, data perdagangan hari Jumat lalu menunjukkan lonjakan aksi beli asing ke pasar saham Indonesia karena adanya transaksi balik nama dua emiten lokal oleh sebuah bank asal Jepang senilai Rp 52,28 triliun.
Sumber: Bloomberg, CPAM |
Menjelang Ramadhan, kenaikan kelompok bahan makanan dan pesawat terbang picu inflasi bulanan |
Indeks Harga Konsumer (inflasi) bulan April 2019 tumbuh +0,44% per bulan atau setara dengan +2,83% per tahun – lebih tinggi dari konsensus pasar sebesar +2,66% per tahun. Dibandingkan data kuartal I dimana kontribusi harga makanan terhadap inflasi adalah negatif, inflasi kali ini didorong oleh kenaikan harga makanan dan transportasi (pesawat terbang). Secara historis kenaikan dua kelompok ini selalu terjadi menjelang Ramadhan dan Lebaran. Meskipun di atas ekspektasi, inflasi April masih dalam batas aman karena (1) masih rendah, di bawah level 3% dan (2) Pemerintah kemungkinan besar masih akan melakukan intervensi jika diperlukan, terutama dari sisi supply. Inflasi inti tetap stabil di level +3,05% per tahun (vs +3,03% per tahun di bulan Maret 2019). Intuisinya adalah bahwa demand masih bertumbuh, sehingga dapat dikatakan ekonomi Indonesia masih tumbuh.
|
IHSG di level 6.319 |
Equity Market Pada minggu lalu IHSG melanjutkan pelemahan sebesar -1,28% WoW ke level 6.319. Asing tercatat melakukan pembelian bersih sebesar Rp 51,35 triliun karena ada transaksi balik nama dua emiten oleh perusahaan asing. Semua sektor mengalami koreksi, kecuali Agrikultur (+0,93%) dan Perdagangan (0,34%). Sektor dengan pelemahan terbesar adalah Industri Dasar (-3,38%); Pertambangan (-2,82%); dan Aneka Industri (2,33%). BBCA (+0,98%); BBRI (+1,15%); dan ICBP (+4,90%) menjadi leaders, sementara BDMN (-33,0%); ASII (-2,9%); dan TLKM (-2,3%) menjadi laggards pada perdagangan minggu lalu. |
Yield SUN 10 tahun mengalami kenaikan 10bps ke 7,88% |
Bonds Market SUN 10 tahun mengalami kenaikan yield sebesar 10bps ke 7,88% pada minggu lalu. Yield Indo USD 9 tahun mengalami penurunan 7bps ke level 3,75%, di tengah kenaikan US Treasury 10 tahun 3bps ke 2,53%. Asing mencatatkan outflow Rp2,2 triliun pada pasar obligasi minggu lalu, hal ini membawa kepemilikan asing ke 38,4%. BINDO mencatatkan penurunan -0,52% WoW. |
Sumber: Bloomberg, PT. CPAM |