Weekly Perspective 18 June 2019
|
|
Vietnam kedapatan durian runtuh dari ketegangan dagang AS-Tiongkok |
Global Macro Economy Perang dagang antara negara Amerika Serikat dan Tiongkok sudah terjadi selama setahun belakangan. Sepanjang periode ini, kedua negara saling menurunkan impor demi menghindari bea masuk yang tinggi. Hal ini sampai pada tahap bahwa importir-importir mulai mencari alternatif barang yang sama dari negara lain untuk menghindari bea. Supply chain dunia pun bergesar akibat shifting ini. Melihat peluang ini, pelaku bisnis memindahkan fasilitas produksi mereka dari Tiongkok ke negara lain. Vietnam merupakan salah satu negara yang diuntungkan. Aliran investasi sektor riil terlihat membanjiri negara tersebut dalam beberapa tahun terakhir – bahkan semakin deras setelah perang dagang ini dimulai. Mengapa Vietnam? Selain harga faktor produksi seperti tanah dan upah buruh yang masih murah, undang-undang di Vietnam relatif lebih longgar. Per kuartal I 2019, tercatat sudah ada $10,8 miliar investasi masuk ke negara tersebut dan setengahnya adalah dari Tiongkok. Sumber: Biro Statistik AS |
Wacana “cut rate” muncul lagi? |
Pemimpin bank sentral AS, J Powell, lagi-lagi menggerakkan pasar dengan statement-nya bahwa The Fed akan terbuka untuk memangkas tingkat suku bunga jika ketegangan dagang AS-Tiongkok memberatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disampaikan Powell setelah data ketenagakerjaan rilis, yang mana pertambahan lapangan kerja (non-farm payrolls) di bulan Mei hanya sebesar 75.000 – dari ekspektasi 150.000. Angka ini turun drastis dari 200.000 di bulan sebelumnya. |
Menjelang Lebaran, indeks manufaktur Indonesia tertinggi sejak Agustus 2018 |
Domestic Macro Economy Indeks manufaktur, atau yang lebih dikenal dengan nama PMI, bulan Mei tercatat di 51,6. Indeks ini adalah yang tertinggi sejak Agustus 2018. Angka indeks di atas 50,0 menunjukkan ekspansi aktivitas manufaktur, dan sebaliknya. Tingginya indeks manufaktur ini disinyalir akibat peningkatan aktivitas manufaktur untuk memenuhi permintaan Ramadhan dan Lebaran. Indeks PMI Indonesia secara umum sedang dalam tren naik sepanjang 2019 ini, salah satu dari kebanyakan negara ASEAN yang sedang dalam tren menurun. Sumber: Bloomberg, Principal Indonesia |
S&P menaikkan peringkat surat utang negara Indonesia |
Standard & Poor’s bulan lalu menaikkan peringkat surat utang negara Indonesia dari BBB- menjadi BBB. Akhirnya seluruh Lembaga pemeringkat tersebesar dunia telah mengafirmasi peringkat surat utang Indonesia di rating yang sama. Latar belakang dari upgrade ini adalah prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan fiskal yang penuh kehati-hatian, serta terpilih kembali-nya Joko Widodo sebagai Presiden RI periode 2019-2024. Kenaikan rating ini disambut baik oleh pasar Indonesia sepanjang minggu ini.
|
IHSG di level 6.250 |
Equity Market Pada minggu lalu IHSG menguat +0,66% WoW ke level 6.250 di tengah penjualan bersih asing sebesar Rp 0,2triliun. Sektor dengan penguatan terbesar dialami oleh Konstruksi, Prop, & Real Estate (+2,79%); Infrastruktur (+1,59%); dan Perdagangan (+1,38%). Sementara itu, pelemahan terbesar tercatat di sektor Pertambangan (-2,07%); Agrikultur (-1,23%); dan Industri Dasar (-0,91%). EMTK (+5,95%); FIRE (+16,73%); dan RMBA (+10,33%) menjadi leaders, sementara BBCA (-2,4%); HMSP (-2,8%); dan BBRI (-1,7%) menjadi leaders. |
Yield SUN 10 tahun mengalami penurunan 28bps ke 7,68% |
Bonds Market SUN 10 tahun mengalami penurunan yield 28bps ke 7,68% pada minggu lalu. Yield Indo USD 9 tahun juga turun 21bps ke level 3,50%, di tengah US Treasury 10 tahun yang stay di level 2,08%. Asing mencatatkan inflow Rp2,9 triliun pada pasar obligasi minggu lalu, hal ini membawa kepemilikan asing ke level 38,1%. BINDO mencatatkan penguatan +1,84% WoW. |
Sumber: Bloomberg, Principal-ID |