Weekly Perspective 20 May 2019
|
|
Aksi balas membalas antara AS dan Tiongkok berlanjut |
Global Macro Economy Setelah Tiongkok mengumumkan kenaikan tarif (sebesar 25%) kepada komoditas impor yang datang dari AS senilai $60 miliar, AS mem-block produk perusahaan IT raksasa Huawei untuk digunakan di jaringan AS. Huawei menyangkal bahwa produk mereka memiliki security threat. Selanjutnya, dalam surat kabar People’s Daily, pemerintah Tiongkok menggunakan halaman depan koran untuk memberikan arahan kepada rakyatnya bahwa mereka perang dagang ini hanya akan membuat mereka semakin kuat dan tidak akan jatuh bertekuk lutut. Pemerintah Tiongkok sedang tidak ingin melanjutkan pembahasan ‘trade talk’. Mata uang Yuan berada di level 6,94 per Dolar AS. Pasar akan mencermati apakah mata uang Yuan tersebut akan terdepresiasi di atas 7/Dolar. MSCI Asia Pacific ex-Japan berada di level terendahnya dalam 15 minggu dan telah terkoreksi -2,6% dalam seminggu. |
PM Inggris Theresa May tidak hanya sedang berusaha di Brexit deal, tetapi juga jabatan |
PM May berjanji untuk menetapkan timetable terhadap pemilu yang menentukan penggantinya. Sudah tiga kali proposal Brexit ditolak oleh MP, kemungkinan May akan mengundurkan diri jika sampai proposalnya tidak mendapatkan persetujuan untuk yang keempat kalinya bulan Juni mendatang. Beberapa nama mulai bermunculan yang digadang sebagai pengganti May, diantaranya adalah Boris Johnson (Bo-Jo). Sementara itu Poundsterling berada di level terendahnya dalam 13 minggu. |
7-DRR tetap di 6%, dengan hint untuk kebijakan yang akomodatif |
Domestic Macro Economy BI menahan tingkat suku bunga di 6% minggu lalu, masih dengan motivasi untuk menjaga ketahanan eksternal di tengah ketidakpastian global. Yang berbeda adalah tone dari BI bahwa bank sentral akan terus memantau perkembangan pasar global dengan mempertimbangkan adanya ruang untuk kebijakan moneter yang akomodatif mengingat tingkat inflasi yang rendah, serta pentingnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Inflasi bulan April tercatat +0,44% per bulan – atau setara dengan +2,83% per tahun – menjadikan real interest Indonesia berada di level yang atraktif +3.17%.
|
Musiman, neraca dagang bulan April 2019 jebol hingga $2,5 miliar |
Defisit neraca dagang merupakan fenomena musiman di Indonesia, dimana defisit tersebut akan melebar karena adanya faktor-faktor seperti: Ramadhan, Lebaran, dan Back-to-school season. Neraca dagang bulan April tercatat defisit $2,5 miliar, lebih lebar dari ekspektasi $500 juta. Beberapa hal yang menyebabkan lebarnya defisit tersebut antara lain: (1) kenaikan impor minyak sebesar +47% MoM setelah kontraksi impor minyak selama 5 bulan; (2) faktor musiman menjelang Idul Fitri sehingga terjadi lonjakan di impor minyak baik dari volum maupun dari harga; dan (3) Kinerja ekspor yang terus berkontraksi -13,1% per tahun, utamanya disebabkan oleh batubara dan CPO. Figur neraca dagang Indonesia diekspektasikan masih akan di bawah tekanan di bulan Mei untuk kemudian normalisasi di bulan Juni mendatang.
|
IHSG di level 5.827 |
Equity Market Pada minggu lalu IHSG melanjutkan pelemahan sebesar -6,16% WoW ke level 5.827. Asing tercatat melakukan penjualan bersih sebesar Rp 3,63 triliun. Semua sektor mengalami koreksi. Pelemahan terbesar dialami oleh sektor Industri Dasar (-9,32%); Infrastuktur (-7,90%); dan Konstruksi (-7,27%). FIRE (+65,36%); CASA (+11,90%); dan MINA (+28,42%) menjadi leaders, sementara BBCA (-7,7%); BBRI (-8,0%); dan TLKM (-7,4%) menjadi laggards pada perdagangan minggu lalu. |
Yield SUN 10 tahun mengalami kenaikan 6bps ke 8,05% |
Bonds Market SUN 10 tahun mengalami kenaikan yield sebesar 6bps ke 8,05% pada minggu lalu. Yield Indo USD 9 tahun juga naik 1bps ke level 3,82%, di tengah penurunan US Treasury 10 tahun sebesar 8bps ke 2,39%. Asing mencatatkan outflow Rp7,6 triliun pada pasar obligasi minggu lalu, hal ini membawa kepemilikan asing ke level 38,4%. BINDO mencatatkan penurunan -0,13% WoW. |
Sumber: Bloomberg, Principal-ID |