Weekly Perspective 25 June 2019
|
|
Sudah cukupkah The Fed “bersabar”? |
Global Macro Economy Dalam perkembangannya, The Fed telah memberi sinyal bahwa bank sentral tersebut tengah mencermati kondisi ekonomi AS dan membuka pintu bagi mereka untuk memangkas tingkat suku bunga jika ketegangan niaga antara AS dengan Tiongkok mengorbankan ekonomi negara adidaya tersebut. Rilis data ketenagakerjaan AS yang di bawah ekspektasi akhirnya mendorong tingkat imbal hasil US Treasury turun dalam ke level 2% disertai dengan ekspektasi rate cut. FOMC Meeting - pertemuan petinggi bank sentral AS - minggu lalu memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan (Fed Fund Rate) di range 2,25-2,50%. Meskipun demikian, Fed menghilangkan kata “patient” atau “bersabar” yang mengindikasikan bahwa The Fed siap untuk memangkas tingkat suku bunga secepat bulan depan. Menanggapi hasil FOMC, Presiden Trump mengatakan bahwa dirinya memiliki otoritas untuk mengganti Powell sementara Chairman The Fed tersebut terlihat tidak berniat untuk meninggalkan posisi tersebut. |
Tidak hanya The Fed, European Central Bank tampak menajamkan tingkat dovish-nya |
Seperti diketahui, ekonomi Eropa masih berjuang untuk melawan perlambatan ekonomi dan rendahnya inflasi yang keduanya masih di bawah target. Meskipun sentimen dovish tengah mewarnai bank sentral seluruh dunia, ECB tampak firm bahwa bank sentral Eropa akan membuat kebijakan moneternya lebih longgar lagi. Mereka melihat bahwa pemangkasan ECB rate adalah jalan utama yang akan mereka tempuh sebelum memutuskan apakah restarting program Quantitative Easing (QE) akan diperlukan kembali. |
Pemerintah siapkan insentif dan strategi pajak untuk menggenjot penerimaan Negara |
Domestic Macro Economy Dalam rangka meningkatkan kepatuhan wajib pajak, Pemerintah menawarkan sejumlah insentif perpajakan – mulai dari menurunkan besaran tarif pajak, pemberian tax holiday & tax allowance, serta insentif lainnya. Beberapa rencana perpajakan ini antara lain: (1) Pajak Penghasilan (PPh) badan usaha akan diturunkan dari 25% menjadi 20%; (2) PPh kupon obligasi pembiayaan infrastruktur untuk turun dari 15% menjadi 5%; (3) Kenaikan batas PPh dan PPnBM dari awalnya Rp 5-10 miliar menjadi Rp 10 miliar; serta (4) Menurunkan PPh atas hunian mewah dari 5% menjadi 1%. Dalam konteks pasar modal, hal ini menjadi katalis positif bagi sektor Properti & Real Estate. Sumber: Bloomberg, Principal Indonesia |
Tren suku bunga rendah mendorong harga SUN |
Di tengah stance bank-bank sentral dunia yang sedang dovish, penurunan tingkat suku bunga Indonesia 7-day Reverse REPO Rate diharapkan akan terjadi di semester II tahun ini. Penurunan suku bunga acuan ini akan mendorong pasar obligasi dalam negeri untuk lebih menguat setelah S&P meng-upgrade peringkat surat utang negara Indonesia dari BBB- menjadi BBB akhir bulan lalu. Dalam hal ini SUN dengan tenor panjang terlihat paling sensitif dan mengalami penguatan paling besar.
|
IHSG di level 6.315 |
Equity Market Pada minggu lalu IHSG menguat +1,04% WoW ke level 6.315 seiring dengan pembelian bersih asing sebesar Rp 1,4 triliun. Sektor dengan penguatan terbesar dialami oleh Konstruksi, Prop, & Real Estate (+4,41%); Agrikultur (+2,73%); dan Industri Dasar (+2,38%). Sementara itu, pelemahan terbesar tercatat di sektor Perdagangan (1,26%); Barang Konsumsi (-1,14%); dan Aneka Industri (-0,19%). BBRI (+3,07%); INKP (+36,64%); dan BBCA (+1,38%) menjadi leaders, sementara HMSP (-2,7%); CPIN (-6,6%); dan MNCN (-23,5%) |
Yield SUN 10 tahun kembali turun 23bps ke 7,45% |
Bonds Market SUN 10 tahun kembali mengalami penurunan yield 23bps ke 7,45% pada minggu lalu. Yield Indo USD 9 tahun juga turun 12bps ke level 3,38%, seiring dengan penurunan yield US Treasury 10 tahun ke 2,05%. Asing mencatatkan inflow Rp11,1 triliun pada pasar obligasi minggu lalu, hal ini membawa kepemilikan asing ke level 38,2%. BINDO mencatatkan penguatan +1,27% wow. |
Sumber: Bloomberg, Principal-ID |