Weekly Perspective 17 July 2019
|
|
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok terburuk dalam 27 tahun di tengah perang dagang |
Global Macro Economy Ekonomi Tiongkok kuartal II 2019 tercatat hanya tumbuh +6,2% per tahun (vs +6,4% per tahun di kuartal I 2019), level paling rendah dalam 27 tahun terakhir. Permintaan baik dari dalam maupun luar negeri tersendat saat dihadapkan dengan ketegangan perniagaan yang sedang dialaminya dengan Amerika Serikat. Ketika factory output dan penjualan ritel di bulan Juni mengalami peningkatan, banyak yang sanksi bahwa hal ini tidak dapat berlangsung lama dan mengharapkan Beijing untuk tetap mengeluarkan dukungan di bulan-bulan mendatang. Yang paling memungkinkan adalah kembali memangkas giro wajib minimum (GWM). Sebagai informasi, PBOC telah menurunkan GWM sebanyak enam kali di 2018 lalu untuk mendorong kredit (lending) di bank. PERTUMBUHAN EKONOMI TIONGKOK 1992-2019
|
Mnuchin: perundingan kenaikan pagu utang Amerika Serikat mulai mendekati sepakat |
Sekretaris US Treasury, Steven Mnuchin, menyatakan bahwa pemerintahan Trump dan Kongres sudah semakin dekat untuk mencapai kesepakatan kaitannya dengan kenaikan pagu utang Amerika Serikat. Mnuchin dan para pemimpin Kongres telah membahas kemungkinan kesepakatan anggaran sepanjang dua tahun – 2020 dan 2021. Sampai dengan saat ini, Mnuchin tidak melihat adanya government shutdown membayangi masalah ini. Kedua belah pihak menyetujui pakta anggaran dan kenaikan pagu utang. Tidak seperti Indonesia, tahun anggaran Amerika Serikat dimulai dari tanggal 1 Oktober setiap tahunnya.
|
Dua bulan berturut-turut neraca dagang Indonesia mencatatkan surplus |
Domestic Macro Economy BPS merilis neraca dagang Indonesia bulan Juni surplus $196 juta, dibandingkan bulan sebelumnya sebesar $208 juta. Ekspor tercarat $11,78 miliar (-20,54% m-m) sementara impor hanya $11,58 miliar (-20,70% m-m). Penurunan ekspor-impor ini sesuai dengan pola tahunan setelah perayaan Lebaran. Yang menarik dari data bulan ini adalah adanya pick-up di ekspor manufaktur sehingga meng-offset ekspor komoditas yang loyo. Mengakumulasi neraca April-Juni, neraca pembayaran Indonesia diproyeksikan akan membaik. Hal ini seharunya dapat menuntun suku bunga acuan kita untuk turun. Rapat Dewan Gubernur BI akan berlangsung Kamis minggu ini.
|
Investor asing miliki obligasi negara Indonesia lebih dari Rp 1.000 triliun |
Di tengah aksi bank sentral global yang melonggarkan kebijakan moneternya, real interst rate untuk aset obligasi Indonesia menjadi lebih menarik di mata investor global. Rating upgrade S&P terhadap surat utang negara Indonesia menjadi katalis positif bagi mereka untuk terus menambah posisi. Menurut data Kementrian Keuangan, tercatat investor asing memegang obligasi negara Indonesia sebesar Rp 1.004 triliun atau setara dengan 39,21% dari total nilai yang beredar.
|
IHSG di level 6.373 |
Equity Market Pada minggu lalu IHSG stabil di level 6.373 di tengah pembelian bersih asing sebesar Rp 2,2 triliun. Sektor dengan penguatan terbesar dialami oleh Aneka Industri (+3,95%); Konstruksi (+1,98%); dan Keuangan (+1,47%). Sementara itu, pelemahan terdalam tercatat di sektor Barang Konsumsi (-3,14%); Pertambangan (-2,40%); dan Infrastruktur (-1,47%). BBRI (+2,50%); ASII (+4,20%); dan BMRI (+3,19%) menjadi leaders, sementara HMSP (-7,3%); TLKM (-2,3%); dan GGRM (-4,2%) menjadi laggards. |
Yield SUN 10 tahun kembali turun 2bps ke 7,21% |
Bonds Market SUN 10 tahun kembali mengalami penurunan yield sebesar 2bps ke 7,21% pada minggu lalu. Sementara itu, Yield Indo USD 9 tahun naik 2bps ke level 3,28%, seiring dengan kenaikan yield US Treasury 10 tahun ke 2,12%. Asing mencatatkan outflow Rp0,4triliun pada pasar obligasi minggu lalu, hal ini membawa kepemilikan asing ke level 39,2%. BINDO mencatatkan penguatan +0,56% wow. |
Sumber: Bloomberg, Principal-ID |